Android saat ini merupakan
ponsel terkenal yang melaju dengan sangat cepat dipasaran dengan
kemampuannya yang sangat super di kalangan para pengguna dan pengembang.
Android sendiri mampu menyediakan hampir 80 % applikasi gratis di
android store nya. Nah mungkin anda pengen tau seperti apa sih ceritanya
berdirinya Android ini, simak ulasan di bawah ini,
Andy Rubin lahir pada
tanggal 22 Juni 1946 di New Bedford, Amerika Serikat. Dia adalah
pengembang dari Android OS. Sejak kecil, Rubin sudah terbiasa melihat
banyak gadget baru. Ini karena ayahnya, seorang psikolog yang banting
setir ke bisnis direct marketing, menyimpan produk elektronik yang akan
dijualnya di kamar Rubin. Ia memiliki minat besar pada segala hal yang
berbau robot. Di Carl Zeiss A.G., tempat pertama kali ia bekerja setelah
lulus kuliah, Rubin ditempatkan di sebuah divisi robotika, tepatnya
pada komunikasi digital antara jaringan dengan perangkat pengukuran dan
manufaktur. Setelah dari Carl Zeiss, ia sempat bekerja di bidang robot
di sebuah perusahaan di Swiss.
Karier Rubin di bidang robotika
nampaknya semakin cerah, namun hidupnya berubah gara-gara liburan di
Cayman Island pada tahun 1989. Saat sedang mengunjungi kepulauan tropis
di Jamaika itu, Rubin tak sengaja bertemu dengan seorang bernama Bill
Caswell. Pria ini sedang tidur di tepi pantai, terusir dari sebuah
cottage setelah bertengkar dengan pacarnya. Andy menawarkan pria itu
tempat tinggal dan sebagai balas budi, Casswell menawarkannya pekerjaan.
Kebetulan yang menakjubkannya adalah pria itu bekerja di Apple. Di
Apple, Rubin mengalami masa-masa yang menyenangkan. Pada saat itu, Apple
masih dalam kondisi baik berkat komputer Macintosh. Budaya Apple pun
menular pada diri Rubin. Di sana ia sempat melakukan kejahilan, seperti
memprogram ulang sistem telepon sehingga ia bisa berpura-pura sebagai
sang CEO, John Sculley. Lelucon seperti itu mungkin akan disukai Steve
Jobs, pria yang gemar membuat lelucon lewat telepon, namun ketika itu
adalah periode Apple tanpa Jobs.
Dari bagian manufaktur, Rubin
pindah ke bagian riset di Apple. Kemudian, pada tahun 1990, Apple
melakukan spin off untuk membentuk sebuah perusahaan bernama General
Magic dan Rubin ikut di dalamnya. General Magic berfokus pada
pengembangan perangkat genggam dan komunikasi. Para engineer yang gila
kerja, termasuk Rubin tentunya, berhasil mengembangkan sebuah peranti
lunak bernama Magic Cap. Sayangnya, Magic Cap tidak mendapat sambutan
dari perusahaan handset dan telekomunikasi. Beberapa yang menerapkan
Magic Cap hanya melakukannya sebentar. General Magic pun akhirnya
hancur.
Beberapa pengembang di General
Magic, bersama beberapa veteran Apple, kemudian mendirikan Artemis
Research. Perusahaan ini mengembangkan sesuatu bernama webTV, sebuah
upaya awal untuk menggabungkan Internet dengan televisi. Rubin bergabung
dengan Artemis untuk ikut mengembangkan webTV tersebut. Saat Microsoft
membeli Artemis, di 1997, Rubin pun ikut bergabung dengan perusahaan
raksasa itu. Episode gila khas Rubin kembali terjadi di Microsoft. Rubin
membangun sebuah robot yang dilengkapi kamera untuk mengerjai
rekan-rekannya. Gilanya, robot itu terhubung ke Internet dan pada satu
insiden sempat dibobol oleh pihak di luar Microsoft. Pada tahun 1999,
Rubin keluar dari webTV (dan artinya, ia tak lagi menjadi karyawan
Microsoft). Ia kemudian menyewa sebuah toko di Palo Alto, California,
dan menyebut toko itu sebagai laboratorium.
Di tempat yang penuh dengan
berbagai mainan robot koleksi Rubin, lahirlah sebuah ide untuk produk
baru. Bersama beberapa rekannya, Rubin kemudian mendirikan Danger Inc.
Sukses diraih Danger melalui sebuah perangkat bernama Sidekick. Aslinya,
perangkat ini dinamai Danger Hiptop, namun di pasaran ia dikenal
sebagai T-Mobile Sidekick.
“Kami ingin membuat sebuah
perangkat, kira-kira seukuran batang cokelat, dengan harga di bawah 10
dolar dan bisa digunakan untuk men-scan sebuah benda serta mendapatkan
informasi soal benda itu dari Internet. Lalu, tambahkan perangkat radio
dan transmiter, jadilah Sidekick,” tutur Rubin soal Sidekick.
Saat ini, Sidekick memang sudah
terlihat usang, namun pada masanya, Sidekick adalah sebuah benda yang
ganjil dengan konsep teknologi yang melampaui zaman. Perangkat itu,
menurut Rubin, merupakan pengakses data dengan kemampuan telepon. Ketika
muncul di pasaran, Sidekick harus menghadapi kenyataan bahwa PDA sedang
kehilangan pasar. Namun, Rubin menegaskan bahwa Sidekick bukanlah PDA.
“Seharusnya, orang-orang bukan
bertanya apakah ini PDA atau ponsel. Mereka harusnya bertanya, apakah
ini platform untuk pengembang pihak ketiga? Ini adalah hal yang baru.
Ini adalah untuk pertama kalinya sebuah ponsel dijadikan platform untuk
pengembang pihak ketiga,” kata Rubin.
Sekarang, apa yang dikatakan
Rubin bukan hal aneh lagi. Lihat saja Apple dengan jutaan aplikasi
pihak ketiga yang hadir di iPhone. Hal lain yang dilakukan Danger, yang
pada masa itu belum terpikirkan, adalah menjembatani antara pembuat
handset dengan penyedia jaringan. Danger memutuskan untuk berbagi
keuntungan dengan T-Mobile dalam layanan Sidekick. Dengan demikian,
Danger tak mengandalkan penjualan handset sebagai sumber penghasilan
satu-satunya, namun juga dari layanannya. Ini membuat perusahaan pembuat
perangkat (Danger) memiliki tujuan yang sama dengan penjual perangkat
(operator telekomunikasi T-Mobile).
Rubin meninggalkan Danger pada
tahun 2004. Pada 2008, perusahaannya itu dibeli oleh Microsoft. Sang
raksasa rupanya tertarik untuk memasuki bisnis ponsel dengan lebih
agresif lagi. Nilai yang ditawarkan pun tidak tanggung-tanggung.
Menurut kabar yang beredar Microsoft membeli Danger dengan harga 500
juta dolar. Namun, pembelian Danger oleh Microsoft ternyata tidak
membawa hasil yang berbunga-bunga. Para eksekutif yang tersisa dari
Danger digabungkan oleh Microsoft ke dalam Mobile Communication
Business, dari divisi Entertainment dan Devices. Kemudian, mereka
diminta mengembang sebuah ponsel yang dikenal dengan sebutan Project
Pink.
Targetnya, ponsel ini harus bisa
menjadi pesaing iPhone dan BlackBerry. Menurut ComputerWorld, Project
Pink menderita penyakit klasik di sebuah perusahaan besar. Karena
proyeknya cukup bergengsi, ia diperebutkan oleh beberapa pihak. Dan
lebih parahnya lagi, perkembangannya makin melenceng dari yang
diinginkan. Contohnya, awalnya ponsel itu akan dikembangkan dengan basis
Java namun kemudian diminta untuk menggunakan sistem operasi Microsoft.
Sayangnya, Windows Phone 7 yang
seharusnya bisa digunakan untuk Project Pink, belum siap. Walhasil, saat
diluncurkan, ponsel yang akhirnya bernama Microsoft Kin ini menggunakan
sistem operasi Windows untuk ponsel yang “lawas”. Sambutan pasar yang
dingin pun membuat Kin akhirnya harus ditutup, hanya beberapa bulan
sejak diluncurkan. Nasib layanan Sidekick, yang diwarisi Microsoft dari
Danger, juga tak terlalu baik. Dalam satu insiden, yang masih belum
diketahui pasti apa penyebabnya, pelanggan Sidekick tiba-tiba kehilangan
semua data mereka. Satu hal yang perlu diketahui, semua data pada
Sidekick memang disimpan ‘di awan’ (dalam hal ini pada server yang
dikelola Microsoft dan bisa diakses melalui Internet). Nah, ketika
server itu mengalami gangguan, semua data pengguna Sidekick pun lenyap.
Pada awal tahun 2002, Rubin
sempat memberikan sebuah kuliah di Stanford mengenai pengembangan
Sidekick. Karena, meski penjualan Sidekick di pasaran tak meledak,
perangkat itu dinilai cukup baik dari sisi engineering. Sebuah kebetulan
bahwa Larry Page dan Sergei Brin, pendiri Google, ikut hadir dalam
kuliah tersebut. Selepas kuliah, Page menemui Rubin untuk melihat
Sidekick dari dekat. Rupanya, Page melihat, perangkat itu menggunakan
search engine Google. “Keren,” ujar Page. Ini adalah sebuah titik tolak
bagi Page untuk sebuah ide yang dalam beberapa tahun kemudian akan
terwujud, sebuah ponsel Google. Kurang lebih dua tahun setelah itu,
Rubin telah meninggalkan Danger dan mencoba melakukan hal-hal baru.
Termasuk di antaranya mencoba memasuki bisnis kamera digital sebelum
akhirnya ia mendirikan Android.
Rubin menginkubasi Android saat
ia menjadi enterpreneur-in-residence bersama perusahaan modal ventura
Redpoint Ventures di 2004. “Android berawal dari satu ide sederhana,
sediakan platform mobile yang tangguh dan terbuka sehingga bisa
mendorong inovasi lebih cepat demi keuntungan pelanggan,” ujar Rubin.
Pada Juli 2005, 22 bulan setelah Android berdiri, perusahaan itu ditelan
oleh raksasa Google. Rubin pun memilih untuk bergabung dengan Google.
Ketika membeli Android Inc., Google tidak menyebutkan dengan rinci
berapa harga yang dibayarkan dan apa yang ingin dilakukannya dengan
perusahaan itu. Bahkan, Google menyebut pembelian itu sebagai akuisisi
terhadap sumber daya manusia dan teknologinya saja. Selain Andy Rubin,
Google memang meraup banyak orang-orang brilian dari Android. Ini
termasuk Andy McFadden (pengembang WebTV bersama Rubin, dan juga
pengembang Moxi Digital); Richard Miner (mantan Vice President di
perusahaan telekomunikasi Orange); serta Chris White (pendiri Android
dan perancang tampilan serta interface WebTV).
Bersama Google, Android diberi
kekuatan ekstra. Perusahaan asal Mountain View, California itu kemudian
membentuk Open Handset Alliance untuk mengembangkan perangkat bagi
Android.
“Google tak bisa melakukan
segalanya. dan kami tidak perlu itu. Itulah mengapa kami membentuk Open
Handset Alliance dengan lebih dari 34 rekanan,” ujar Rubin.
Perangkat
Android yang hadir pasaran memang bukan buatan Google. Petarung kelas
berat Android termasuk Motorola, Samsung, dan HTC masing-masing
melemparkan ponsel Android andalan mereka ke pasaran.
“Sekadar melemparkan peranti
lunak tidaklah cukup,” Rubin menjelaskan, “Anda perlu handset yang
dikembanglan untuk peranti lunak ini dan penyedia jaringan yang mau
memasarkannya.”
Di AS, Motorola Droid jadi salah
satu senjata Verizon Wireless melawan AT&T dengan iPhone-nya.
Sedangkan Nexus One, ponsel Android Google buatan HTC, hadir tanpa
“ikatan dinas” pada satu operator tertentu.
Kehadiran Android nampaknya
berusaha menggoyang dominasi pasar ponsel di AS. Di Indonesia, Android
pun nampak siap jadi primadona setelah muncul dengan gegap gempita
dalam Indonesia Celullar Show 2010.
“Saya tahu bakal ada FUD (fear,
uncertainty, doubt). Namun, kami telah melihat beberapa kompetitor
mengikuti apa yang kami lakukan. Jadi sepertinya, kami memang di jalan
yang benar,” ujar Rubin.